Sabtu, 15 Januari 2022

WHY ARE'NT YOU MARRIED, YET?

 mereka bertanya kepadaku tentang,

M-E-N-I-K-A-H

 

It;s my dream bang..

 

 

Akhir 2020 lalu saya menulis sebuah rosolusi untuk 2021 yang sudah lewat.

Loook, how time flies so so fast.

Salah satu resolusinya tahun itu adalah “Siap untuk menikah” masih dalam kata Siap, bukan mau, sedangkan jika melihat, meneliti menelaah sekitarku, dari dua tahun lalu umurku bukanlah umur remaja yang akan dibilang cepat dalam pernikahan, tapi aku masih mengatakan Siap bukan sudah.

Kenapa ada ya manusia yang segabut diriku?

Jujur aku sendiri bingung dengan diriku sendiri, makanya dalam setiap doa yang selalu ku langitkan adalah “Ya Allah menikah itu baik, tapi kenapa Hamba masih saja maerasa belum siap dalam pernikahan ini, atau diri ini saja yang terlalu naif?”  juga meminta agar Allah segera hadirkan jodoh terbaik dunia akhirat untukku, segera mendapatkan jodoh, karena aku tahu menikah itu adalah hal baik, dan iya, saya merasakan itu dan itu nyata adanya.



Dari sunnah Rasul, kehidupan yang lebih tertata, nafsu yang lebih terjaga, aman dari fitnah zahir dan batin dan tentunya banyak hal baik dari menikah itu sendiri.

Aku juga selalu berdoa, semoga Allah mengirimkan jodoh yang sevisi dan semisi, sejalan, menjadikan dunia tidak di dalam hati, hanya dalam genggaman yang sering di tinggalkan. Mengambil seperlunya saja, tapi tetap berusaha menjadi muslim yang kuat, muslim yang lebih dicintai Allah, karena kuat secara agamanya, secara fisiknya, mentalnya dan ekonominya lebih dicintai Allah.

 


Tapi, sampai saat ini, saat banyak teman senagkatanku sudah lama hidup dan melewati hidup baru dalam yang namanya pernikahan itu, aku bahkan masih bimbang, masih bingung belum tahu jodohku dimana.

Hei, tuan jodoh kamu sebenarnya lagi dimana sih, kapan  nih kita jumpa, segera gak ya? Aku selalu berdoa semoga kamu baik-baik saja, dimanapun kamu berada, Allah sayang sayang Allah lindungi.

Tapi, andainya orang-orang tahu aku  belum siap menikah itu karena punya alasan, alasan aku belum punya branding terhdadap diriku sendiri, masih khawatir dengan diriku yang bahkan belum bisa baik ku urus, beres-beres rumah belum pintar, masak kadang-kadang bisa sih, kata mamak masakanku lumayan sih, kalaupun awut-awutan karena aku jarang masak. Tapi kalau aku makan enak sih.

Kata hatiku, “Tapi itu semuanya bisa dipelajari, kenapa sih kamu begitu takut, come on, menikah itu ibadah simple, kenapa kamu membuatnya rumit?”

“Aku takut pada diriku sendiri” Itu masalahnya.

 


 

Aku yang  masih takut di tolak sama orang, itu mungkin masih berhubungan dengan inner child aku dulu, bagaimana aku merasakan banyak penolakan, semacam bully-an secara kata-kata, dimana aku itu yang pendengar banget sebenanrnyah, terpengaruh dan bahkan sangat bisa tersentuh hanya beberapa kalimat nasihat manis beberapa orang yang khusus ditujukan kepadaku, juga sayangnya beberapa kalimat negatif.

Berusaha, aku sudah berusaha kok untuk menghilangkannya, mencoba menerima diri sendiri, mencoba berpositive thinking bahkan saat beberapa orang yang secara terang-terangan mengaku menyukaiku ataupun secara tidak.

Aku masih sulit mempertahankan orang-orang yang sebenarnya menyayangiku, orang-orang yang ingin aku dekat dengannya. Bukan satu dua kejadiannya, tiga empat mungkin ada yang bisa kurekam dalam perjalanan waktuku.

But,it’s oke, aku berproses dengan kata “Astaghfirullah dan Alhamdulillah”


 

Orang-orang yang mengatai aku dari depan, dengan perkataan menghina fisik itu begitu membekas kepadaku, aku kurang kepercayaan diri yang mengalahkan banyak pujian yang lain. Mungkin juga karena keluarga salah satunya, ya, aku harus punya adik di umur aku yang 13 bulan dengan orang tua yang super sibuk, yah bisa dibilang aku kurang komunikasi lah mungkin. Hehe.

Aku tidak menyalahkan orang tuaku yang begitu baik itu. Mereka tetap orang tua terhebatku, orang tua yang telah membantu aku berproses memberikan aku kasih sayang, membuat aku mengenal Rabb-ku dan Rasulku, dan semoga Allah selalu memberi bahagia di setiap langkahnya.

Tapi disini aku sedang menganalisis diriku sendiri, dan dalam menganalisis diriku sendiri aku tidak akan menyalahkan orang lain. Tidak ada satupun.

Tapi ya beberapa orang yang terlibat disini adalah bagian dari catatan, dan yang perlu di catat mereka gak salah.

Kejadian serupa juga Aku yang juga takut dibanding-bandingka, karena dari dulu aku tuh, hidup dalam perbandingan, dengan sepupu aku yang bisa dikatakan hampir sempurna, dia cantik, pintar bergaul, lebih berada dari keluargaku, lebih tertata, dan adik ayahku selalu melebih-lebihkan dia di depanku, melebih-lebihkan seseuatu yang sampai membuatku minder.

Minder kata itu yang membuat pribadiku seikhlas ini. seteguh ini, sepositive ini, karena aku merespon minder adalah sesuatu hal yang positif. Entahlah kalian gak akan mengerti, tapi aku percaya semua hal yang terjadi di dunia ini adalah hal yang “bagus”

Atau mungkin bahasanya bukan melebihkan, tapi membandingkan. Sesuatu yang memang aku usahakan dan saat itu aku gak bisa. Well, tapi mereka baik, segala inner child yang aku rasakan sudah aku maafkan, mungkin gak bisa aku buang, tapi aku menerima mereka dengan lebih baik, melecutkan semangat aku berjuang. Meskipun mungkin karena itu aku menjadi orang yang sulit  bisa fokus.

Sulit fokus pada satu hal, iya, sulit itu bukan bearti tidak bisa kan?

Well itu bisa untuk menjadi pelajaran untukku agar lebih hati-hati dalam mengeluarkan perkataan, agar tidak membandingkan anak satu dengan anak yang lain.

Lupakan segala suatu yang berhubungan dengan masa lalu itu,  itu sudah bertalu. Aku sekarang ingin membahas tentang masa depan, yaitu tentang parnert hidup.

Menikah dan menikah, menikah. apa sebenarnya menikah itu tidak perlu kesiapan dariku, tapi bagaimana dengan mimpiku setalah menikah, keluarga sakinah mawaddah dan warahmah. Anak-anak akhir zaman yang berada dalam pasukan Al-Mahdi membebaskan masjid Al-Aqsa.

Anak-anak yang mengaji di Tarem, anak-anak yang  bijak melihat dunia. Anak-anak kuat, anak-anak yang mencintai Allah dan Rasulnya. Jika mendapatkan masalah dengan calon  dan masalah lainnya setelah nikah, bagaimana aku bisa, atau kami bisa menjadikan anak-anak itu lebih hebat.

Jodoh, ku mohon selalu pada Allah, kamu itu orang yang baik ya, yang ada shalat, yang mencintai para habaib, yang ada pendidikannya, skillnya dan ku mohon yan setia, yang keluargamu menerima aku dan keluargaku apa adanya. Ya, ya.


 

Aku gak cantik sih, tapi aku tinggi, aku manis sebenarnya, suaraku mirip penyiar radio katanya hehe, eh aku juga Alhamdulillah garis keturunannya bagus loh, dari garis keturunan ulama abu di pasi di Sigli yang katanya salah satu keturunan yang termasuk membangkitkan cahaya Islam di akhir zaman.

Aku juga baru tahu pasti kemarin, saat melihat surat silsilahnya, dulu-dulu pernah dengar sih, tapi gak begitu yakin. Wallahu A’lam.

Jodoh, tahun ini 25 tahun, kamu dimana sih?

Kemarin ada orang yang memang datang menawarkan masa depan kepadaku, tapi akhirnya akhirnya menikah, haha.

Well, tiga-tiganya sudah menikah. tapi aku sama sekali gak patah hati.

Yang pertama datang dia ganteng, kata orang kampunya dia itu manis plus ganteng, kalau dibikin teh gak usah pakek gula karena dia udah manis.

Dia yang menurut sepupunya itu begitu suka kepadaku, begitu serius kepadau, dan katanya mau menungguku sampai dua tahun selanjutnya dari saat aku semester empat kemarin.

Yang kedua orangnya alim, dari ketiganya yang mengatakan serius dan kata lamar aku lebih condong kepada dia, keluarganya juga baik-baik, aku bahkan lebih dulu jatuh cinta pada keluarganya yang saling mensupport itu , aku kepo dengannya  di media sosial. Terlihat akrab gimana gitu tapi dibalut dengan ke ta’atan pada Allah.

Fisiknya  biasa, katanya karena sebuah kecelakaan dia menjadi gimana ya aku tulisnya, cacat sih belum tapi satu tangannya kurang berfungsi, aku yang pertamanya saat itu sebagai seorag gadis yang baru bertranformasi dari dewasa menjadi remaja, eh kebalik dong, tentu menginginkan yang lebih, tapi sesuatu dari percakapan kami membuat aku kemudian tidak mempermasalahkan tentang itu, hanya kami bukan jodoh, dan saat itu pernikahna masih bukan sesuatu dalam kamusku, aku masih semester tiga dan dia yang sudah dewasa.

Menjadi saudara, kenalan, berbagi pemikiran, berdebat sekali-kali barangkali hanya itu yang cocok. Selebihnya aku tidka berharap lebih, meskipun dia beberapa kali mengatakan keinginanya untuk serius, ingin ke rumahku dan ceritanya menjadi rumit dan panjang setelah itu.

Terakhir, dengan seseorang yang mengenalku di sebuah tempat baru “KPM” kategorinya lebih berada, dengan mobil pajero sport di tangannya, aku tidak begitu tahu sih apa kerjaan dia dan keluarganya, sepertinya PNS gitu deh dan punya toko  besar di kota itu.

Dia juga punya kembaran, seorang dosen yang ganteng, setia dan sholeh. Kami pernah antar linto kembarannya dulu sewaktu KPM, dia itu terlalu terburu-buru, dia dewasa dan mengatakan ingin membiayai kebutuhanku, jelas aku gak terbiasa dengan itu.

Beberapa kali juga ingin ke rumahku, tapi aku bilang, dia datang di moment aku wisuda saja, bulan tiga, tapi wisuda di tunda karena korona. Haa haa haa, dari semua temanku yang kecewa karena penundaan itu, bisa-bisanya aku yang senang sendiri dan bernafas lega mendengar kabar itu.

Kemarin dia menikah. 


 

Ohya,dulu dia juga pernah bilang kepadaku, jika setelah nikah mau bulan madu sambil umrah. Ha ha ha. Am I stupid? Kurasa tidak karena tolak ukurku sama sekali bukan harta dan dia, ah, hatiku yang memang harus ku ucapkan istighfar berkali-kali.

Kecewa? Tidak aku tidak kecewa, malah aku lega mereka segera menemukan pilihannya.

Karena yang perlu di garis bawahi, aku sama sekali tidak menolak satupun diatara mereka, tapi mereka yang perlahan mundur sendiri, ya mungkin karena aku yang kurang respon kali ya, tapi aku balas chat mereka, ya meskipun sih, agak delay dan anehnya lagi aku bahkan tidak menyesalinya. Astgaghfirullah ya Allah apakah ini sebuah kategori sombong, sama sekali berniat sombong.

Positive thinking , itu yang aku pegang. Mungkin Allah sedang menyiapkan kamu jodoh untukku. Kamu yang terbaik untukku.

Iya sepertinya begitu, aku yakin begitu.

Saat mereka mendekat, dan mengatakan kalimat-kalimat serius yang membuat aku bergetar seperti ketakutan, aku selalu berdoa kepada Allah, jika mereka memang di takdirkan Allah untuk aku, maka aku mohon Allah dekat aku dengan mereka dengan cara yang Allah Ridhai, dan jika memang mereka untuk aku, aku memohon kepada Allah, dalam sujud-sujud malamku sebagai seorang pendosa yang bertaubat dan berharap kasih sayang dari Tuhannya, agar Allah memberikan yang terbaik untuk mereka, yang lebih dari padaku, dan Allah memberikan aku jodoh yang lebih baik dari pada mereka, itu  doa yang selalu ku ulang-ulang. Selalu.

Hingga satu persatu diantara mereka menemui takdirnya, yang pertama menikah dengan gadis bercadar, meskipun awal-awal pernikahan dia masih menghubungiku, dan beberapa bulan pernikahan pernah berkomentar di potoku ramai-ramai di postingan adi sepupunya, yang isinya membuatku sedikit tersentuh, “Setidaknya dia pernah berjuang meskipun akhirnya dia tidak mendapatkannya’

Kemudian beberapa chat yang lain, yang membuat aku meblokir media socialnya sampai saat ini, aku yang juga kesal karena dia mengaku kepada semua orang bahwa aku adalah mantannya di hari pernikahan mereka yang sebenarnya mana pernah aku pacaran dengan dia, aku tidak pernah pacaran dengan siapapun, meskipun dulu ada yang ngajak, tapi ya kan malas pacaran buat apa menurutku, buang-buang waktu aja. Kalau nikah yuk nikah aja gitu.

Yang kedua, dia juga juga menikah dengan wanita bercadar, lebih baik dariku menurutku. Tapi hubungan kami masih baik-baik saja, bahkan aku kenal dengan istirnya, ya walau ada juga kalimat komunikasi yang seperti ah sudahlah, tapi aku salut dengan dia, dia lelaki paham agama dan setia

Yang ketiga, dia juga akhirnya menikah, dengan kakak yang sepertinya jauh dewasa dariku, berjilbab besar juga. Aku tidak tahu calonnya secara lebih, tapi sepertinya juga baik, hubungan kami agak seperti hilang.

Oo tapi dia pernah komen potoku di snap pakek emot lope, cium lagi,padahal dia sudah nikah iih, dan juga pernah bilang entah mau nikah juga sama aku, tapi aku respon santai aja orangnya udah nikah kok, dan untuk menjaga kewarasan aku memilih untuk menghapus saja nomer dia dari kontakku. Aman, tidak merespon emotnya, hingga komunikasi terputus sampai saat ini.

Tapi aku tahu, dia baik. Mereka orang baik, aku berhunuzan kepada Allah, mungkin mereka bukan jodohku dan Allah sedang menyiapkan jodoh lain yang lebih baik untukku. Insya Allah.

Dan untuk bulan ini dan kedepan aku malas untuk berkomunikasi dengan lelaki dulu, fokus dulu sama diri sendiri, semoga Allah ridhai dan anggap ini sebagai amal sholeh, dan memberiku seseorang yang lebih baik untukku dan  buat mereka yang sedang menanti dalam taat.

Aamiin ya Allah.

Januari 11 22 with Love cause Allah.

 

 

Akhir Dari Move On

 Serius ini yang terakhir. janji deh.. Soal ramadhan yang lalu, dan saya yang sudah sepenuhnya ikhlas hingga lebaran sebuah cerita yang memb...