Kamis, 21 Juni 2018

Untuk Sebuah Cinta


Untuk Sebuah Cinta
Minggu 11 Maret 2018


Aku keumala, pemilik sisa rasa
Aku Keumala pemilik rindu tanpa aroma
Aku keumala pada senja tanpa warna
Aku keumala pada cinta yang hampa

            Pulpen hijau itu menari-menari diatas buku kecil gadis itu, lembut dan berayuun-ayun , sedikit menjelaskan perasaannya yang dalam, sering kaku dan membisu pada suara. Deru angin menerbangkan jilbab merah mudanya,dan suara deruan yang begitu dasyat itu tanpa sedikitpun lagi menganggunya juga suara kereta api yang barusan lewat. Malah ia terlihat begitu menikmatinya, menatap punggung badan kereta api yang baru beberapa menit meniggalkannya dengan sedikit senyuman, lalu ia kembali memasukkan buku kecil notes bersampul hitam miliknya kedalam tas ransel, lalu berjalan pulang, melwati area rel kereta api yang berbatu itu, tak jauh dari lokasi kampusnya.
            “Gadis yang aneh” Fian lagi-lagi menyebut gadis itu gadis aneh, sudah beberapa kali ia melihat gadis itu duduk di samping rel kereta itu, jika untuk sekedar menulis mungkin dia akan paham jika gadis itu adalah seorang yang sering biasa mencari inspirasi disana, tapi tidak untuk tersenyum dan menatap aneh kepada kereta yang lewat itu, lalu baru pergi.
            
 ***********

            “Akak... akak udah ulang ya!” Seorang anak lelaki kecil yang berumur delapan tahun menyembutnya ketika baru pertama meletakkan tas diatas kursi yang sudah robek itu, tangan anak kecil itu bermain-bermain sendiri tanpa dikontrol dan matanya menatap keatas saat pertama ia berbicara dengan Keumala. Menerewang jauh entah kemana arahnya. Dan mulut yang terus berkomat kamit entah sedang menjelaskan apa.
Keumala gadis yang sedang menginjak semeter enam di salah satu universitas ternamana sebagai anak beasiswa itu hanya meliriknya saja lalu menjawab singkat “Iya..” Jawabnya singkat sekali.
“Apan itta main-main lagi kakak” Anak itu berkata lagi, matanya mererawang keatas, dan tangannya menggawang-gawang tidak jelas.
“Nanti” Jawabnya yang tidak kalah cuek dari yang tadi.
“Ayokklah Kakak, Kian kesepian ini, Kak Nerhama belum pulang..”
Anak itu terus memaksanya, mengajak bermain.
“Udah Kian kakak capek, kakak mau istirahat dulu kamu ngerti ya!” Keumala mulai menaikkan nada suaranya, jengah mendengar ajakan dari adiknya itu meskipun pada awalnya sempat merasa kasian mendengar cerita singakta adiknya yang kesepian itu.
“Ahh..gak mau” Kian merajuk, tangannnya mulai memukul-mukul ke atas udara, mencoba meraih Keumala.
“Kian dengar! Kakak lagi capek, nanti kita mainnya’ Kali ini Keumala semakin menaikkan suaranya, dan berdiri, memegang tangan adiknya yang sudah mulai memukul-mukulnya.
“Gak mau!”
“Kian jangan nakal”
“Euu..gak mau!
“Sakit kian” kian semakin memukul Keumala hingga beberapa kali mengenai muka Keumala, pukulan tanpa arah, seperti baisa andalan Kian saat sedang megamuk, anak itu tidak bisa melihat dan berpikir sehat. Dia terlahir dengan kekurangan itu.
“Kiannn. .dengar kakak gak sih!’
Mendengar suara marahnya Keumala, anak itu menangis histeris, dia guling-guling di lantai semen rumah yang disana sini terdapat celah cahaya matahari, dan jika hujan tempat celah cahaya itu akan menurunkan titik hujan.
“Ada apa ini?” Seorang lelaki paruh baya yang rambutnya sudah dipenuhi uban muncul tiba-tiba dari balik pintu, meski memakai topi ubannya masih begitu dengan jelas terlihat.
Keumala hanya diam, dia melihat wajah lelaki itu yang merupakan ayahnya seperti biasa, tidak besahabat ketika melihat Kian semakin lama, semakin keras menangis. Dengan gesit lelaki itu melayangkan tangannya ingin memukul anak itu, satu dua kali pukulan itu tepat di punggung bocah itu yang terus menangis.
“Ayah, cukup ayah, cukup..” Keumala mencoba menghentikan pukulan ayahnya.
“Kenapa kamu Kian, kenapa kamu selalu menyusahkan ayah, kenapa kamu menyusahkan ayah eu?” Lelaki itu bertahan di pukulan ketiga karena dicegah oleh Keumala.
“Ayah sadar ayah, sadar!
Keumala tahu, jika sudah begini pasti terjadi sesuatu dengan perasaan ayah, dan itu pasti menyangku Uma, Keumala bisa menebaknya, ini pasti ada kaitannya dengan Nerhima yang sudah tidak pulang dua hari yang lalu karena biasanya ayahlah yang sangat menyayangi Kian.
Keumala menenangkan Kian, sambil menyesali peerbuatan pertamanya, seharusnya dia lansung mau menerima ajakan anak kecil yang malang ini untuk bermain, mungkin dia akan tidak merasakan sakit kena pukulan ayahnya.
“Sini sama kakak, kakak sayang sama Kian kok”
Kian terus menangis, Keumala memeluknya sambil berbisik beberapa kalimat ajakan dan rayuan. Kian masih sesegukan.
“Akak, Ian bbekan yang jahhat nnkan?Kian bukan orang jahat kan kak?” Pertanyaan anak itu dalam sisa sesegukannya.
Air mata Keumala menetes, “Bukan sayang, Kian adik kakak yang paling baik”.
*********

Cahanya lampu menerangi jalan dan gedung-gedung di dekat pelabuhan, warna-warni, pemandangan malam yang indah sekali. Sanura suka sekali menikmati pemandangan itu, sambil menikmati secangkir teh, dia duduk diatas kursi di balkon kamarnya sambil mengerjakan tugas kampusnya. Tapi, sesekali fokusnya pecah, bayangan sosok kakak senior yang sering naik motor gede ke kampusnya mencuri perhatiannya, kakak senior yang tidak lain adalah teman satu organisasinya, mereka sekarang sudah begitu akrab, salah satu ciri anak organisasi yang mudah sekali dekat dengan anggota yang lain.
Sesekali dia melamun, membiarkan kursor laptopnya bergerak-gerak sendiri, sedangkan dia asik menatap kedepan yang menyajikan pemandangan malam, kapal veri yang berlalu meninggalkan dermaga hingga ia tidak menyadari kehadirang seseorang dari tadi sedang memerhatikannya di pintu balkon kamarnya.
“Laptopnya ngambek tu, di cuekin, mentang-mentang orangnya lagi jatuh cinta! Kata seseorng sambil tersnyum simpul dan berjalan mendekat ke arahnya.
“Loh! Papa, dari kapan sudah berada disitu?
”Sejak negara api belum menyerang! Lelaki yang di panggil papa itu menjawab asal-asalan dan lansung duduk disamping putri kecil kesayangannya.
“Kamu kenapa? Jatuh cinta ya?” Godanya
“Ihh... Papa, apaan sih!”
“Itu bener... ayo jujur sama Papa”
“Bukan Pa, Sanura kan tidak suka jatuh cinta, jatuh itu sakit Pa”
“Enggak kok, siapa bilang, Papa enggak kok, justru karena cinta papa jatuh cinta Papa bisa berkembang dan tumbuh, makanya kamu jangan jatuhkan cintamu di tempat yang salah”
Sanura mulai memrhatikan raut wajah lelaki itu yang mulai tersenyum menatapnya.
“Pa, sebenarnya cinta itu apa sih?
“Cinta itu adalah mama”.
“Ihh Papa, yang jelas dong definisinya”
“Haha.. Loh, kenapa, memang begitu definisi cinta papa, Mama”
“Kan dalam mama juga ada definisi”
“Cinta itu tidak menjatuhkan, tidak menjatuhkan semagant kita, tidak menjatuhkan harapan kita, dan cinta itu tidak membuat kita lupa dengan yang memberikan Cinta, dan bagi ayah cinta itu tanpa kata, hanya mama definisinya. Tidak lebih”
“Sanura iri sama mama, mama bisa dapatkan papa‘
“Sudah,sudah kamu juga bisa dapatkan yang lebih dari papa, asalkan kamu itu juga baik” Lelaki paruh baya itu memeluk putrinya.
“Sebenarnya Sanura sudah mendapatkannya Pa! Dia itu istimewa sekali, tapi Sanura tidak yakin dia sama seperti sanura” Gadis manis itu membatin.
“Ohya, papa hampir lupa kalau Papa kesini mau bilang kamu sesuatu, besok kita akan ketempat kakakmu, kata mama bayinya sudah lahir, laki-laki”
“Beneran Pa? Kenapa gak malam ini aja kita kesana”
“Ingat San, ini sudah larut malam, tidak baik bagi kesehatanmu.
Sanura menjewerkan bibirnya kedepan, merasa sedkit kecewa karena tidak sabar ingin melihat keponakan barunya lagi.
**********
           
“Gadis kereta aneh itu bersama siapa?” Fian berdiri dari jauh menatap gadis aneh itu, berjalan menggandeng tangan sebelah kanan seorang anak yang juga aneh, tangan sebelahnya mengawang-gawang tidak jelas, an matanya menatapa keatas. Sepertinya anak itu cacat, pikirnya yang berdiri sepuluh meter dari arah gadis itu.
Dia semakin penasaran dengan gadis kereta yang aneh yang ditemuinya sejak dia tanpa sengaja mencari cincinnya yang jatuh di tempat itu. melihat gadis itu tersemyum melihat kereta lewat, baginya adalah hal aneh yang pernah dia saksikan, dan saat kedua kalinya, ban motornya kempes sekitar jalan yang dekat dengan rel kereta api itu, dia melihat pemandangan yang sama. Gadis itu juga ada disana. Semenjak itu ada rasa penasaran di hati Fian.
**********

Keumala berdiri di luar pintu salah satu ruang UKM di kampusnya, memasang muka melirik-lirik sesuatu, dia sedang mencari seseorang yang ingin di temuinya. Tiba-tiba orang yang dimaksudnya keluar dengan senyum yang menawan dan ceria.
“Mau ambil bahan ya!, ayok kesini masuk aja!” Sanura berkata ramah kepada Keumala, Keumala mendongak dan melirik-lirik suasana di dalam ruang itu, seperti agak ragu untuk memasukinya. Hingga pada akhirnya ia mengangguk dan masuk kedalam ruang itu.
“Kami belum memulai rapatnya, jadi tenang saja kok”. Kata Sanura meyakinkan Keumala, ketika beberapa orang di ruangan itu menatap Keumala sekilas. Termasuk seorang lelaki yang duduk paling ujung.
“Dimana kita mengerjakannya?” Sanura membuka pertanyaan memilih tempat mana yang akan dipilihnya untuk mengerjakan tugas.
“Entahlah, aku ikut saja” Keumala menjawab singkat.
“Bagaimana kalau dirumah aku saja sore ini”
Keumala terlihat agak sedikit bingung, dia teringat kalau nanti dia harus menemani Kian.
“Tenang saja, ajak Kian saja kerumahku, lagian nanti dia bisa bermain di halaman diatas ayunan dengan mainan yang ada dirumahku.
“Tidak, San! Itu akan merepotkan seisi rumahmu, kamu tahu Kian kan?
“Ia aku tahu makanya aku mengajaknya juga, lagian kasian anak seperti itu dibiarkan dirumah terus La, sesekali dia juga harus jalan-jalan keluar juga”.
“Keumala mengangguk, tanda setuju, dia tahu sahabatnya ini, Sanura adalah orang yang paling baik yang ia pernah kenal di kampus ini, dan juga orang yang kdang-kadang membuat ia iri.
“Yasudah San!” Aku kembali dulu ya!
Sanura mengangguk dengan sebuah senyuman kecil.

To be continued..































Perasaan Tanpa Tepi

kosong

Selasa, 12 Juni 2018

Sesuatu yang Tanpa Tema



Kau tahu, saat ini aku sedang menuliskan sesuatu yang keluar dari tema apa yang sebenarnya ingin aku tulis, hanya untuk melupakan bahwa aku begitu terbeban, aku sedang dalam tanggungan, tanggungan yang kadang membuatku benci untuk mengingatnya. Tapi, aku tanpa pilihan karena pilihanku hanya satu, yaitu aku harus menyelesaikan tanggungan itu, beban itu. aku benci, iya ketika aku menyadari betapa sebenarnya aku begitu rapuh, hanya untuk mengeluh dengan beberapa hal yang sepele ini, padahal disana banyak yang punya beban kehidupan lebih dari yang aku punya, tapi mereka, jarang sekali megeluh, jarang sekali marah apalagi tidak bersyukur tapi aku? hah, sepertinyasudah sering sekali.
Meski iya kadang beberapa orang yang aku kenal tidak akan sanggup pada posisiku, tapi bukan bearti tidak ada orang yang dengan sukarela jika bisa menukarkan posisinya dengan posisiku. Mungkin bagi orang itu, kehidupanku lebih menjanjikan kesenangan dari pada hidupnya. Itu dalam kacamatanya, tapi lain lagi dalam kacamataku. Lagi-lagi bahagia itu tanpa definisi tapi dengan perasaan, kita selalu dengan mudah mencoba mengukur kebahagian orang lain yang padahal tidak bisa kita ukur, lalu berkeinginan untuk menjadi seperti orang lain, padahal sadar atau tidak yang kita dapatkan adalah apa terlebih baik untuk kita. hingga aku menemukan definisi bahagia, bahagia tentang cara kita menata , hati adalah kuncinya.
Dan malamku kali ini ditemani dengan hati yang kosong, rapuh terasa lagi, aku tahu itu kenapa, karena zikir seperti telah mengering di bibirku, hingga kadang energi itu hilang dan sesasaat saat ku kembalikan zikir itu, energi itu kembali ada.

Rimba Kenangan



Bukan Seperti Cinta yang Aku Impikan

Bahkan aku tidak memikirkan apa-apa lagi seain pikiranku yang telah semakin tumbuh dan becabang liar di samudera kepalaku. Merindui adalah salah satu celah dari detik yang kumiliki,  beberapa kali aku ingin mengatakan aku benci dan aku lelah beberapa kali aku tersadar jika aku  dalam kata-kata menyerah itu, sungguh aku adalah orang yang paling rugi dan lelah.

Siang itu masih dalam balutan langit bumi khalistuwa yang indah, aku dan bebarapa temanku masih berjalan riang, menyesuri sudut-sudut jalan kampus yang kaku, tapi bersama mereka tidak pernah kaku, ada saja pembahasan yang renyah dan mengundang tawa yang membludak, seperti biasa Rere masih menjadi pemimpinnya. Anak hitam manis itu selalu begitu, selalu menjadi ketua bagian untuk membicarakan hal-hal konyol yang kadang tidak sempat dipikirkan dan masuk akal, tapi menjadi bahan lelucon yang membuat sakit perut bersamanya.
Tapi semester ini, sudah mulai beda, tawa menggema itu selalu diakhiri dengan pikiran tentang menjadi mahasiswa akhir.
“Proposal euy, proposal...” Seperti biasa Iin selalu bertingkah sebagai mak-mak yang suka mengingati.
Sontak pembahasan mereka pun berubah, mukanya mulai kuyu, lusuh apalagi Rere, aku tahu anak itu, dia tipe anak yang tidak ingin menyia-nyiakan uang orang tua, paling rajin belajar dan cacatannya paling lengkap diantara kami, meskipun kami akan kebingungan membaca catatannya itu, soalnya dia menulis apa saja yang dosen jelaskan, mulai poin-poin, sampai dengan contoh sederhana yang dikatakan dosen, sehingga kami akan tertawa geli ketika membaca catatannya. Seperti pada mata kuliah hukum pidana,dosen yang menjelaskan tentang contoh kasus antara cowok dan cewek yang bersengketa, itu masuk ke dalam contoh yang bagaimana.
Tidak hanya Rere, begitu juga Vivi si cewek aneh yang mengakui tidak bisa hidup jomblo, dia juga akan pusing jika harus mengingat tentang ini. Aku? Apalagi bingung benar-benar bingung, bagiku menyelesaikan proposal adalah menyelesaikan tantangan separuh mimpi, agak lebay mungkin, tapi ya begitulah. Meskipun begitu mukaku masih bisa dikontrol, aku seolah sok santai dan berujar.
“Proposal itu bukan dicemasi, tapi dicari, dipikirkan diolah, kalau gak belum dapat, please jangan rusak hari ini gara-gara dia” Kataku sok tenang, sok santai.
Beragam tanggapan lain yang aku dengar dari mereka, tapi aku hanya membalasnya dengan senyum, kecuali untuk tanggapan yang positif dan negatif. Untuk tanggapan yang positif aku aminkan dan untuk yang negatif aku berdoa dan berlindung kepada Allah agar hal tersebut tidak terjadi.
Pembahasan semester akhir adalah pembahasan yang klasual diantara kami, didalamnya bercampur aduk dengan berbagai tema lain, beradu padu. Sala satunya pembahasan calon imam, hemm... sepertinya pada pembahsan proposal pasti diiringin dengan pembahasan jodoh bahkan pembahsan jodoh hampir kalah tenar dengan pembahasan proposal itu sndiri.
“Heumm... Andaikan nanti pas aku buat skripsi, ada yang menemani, atau ada yang bantu kita lembur malam sambil bantu kita buatnya..” kata Seseorang diantara kami sore itu di sebuhak kantin langganan satu ruang.
“Unchhhh.....” Seorang yang lain menyeru sambil meletakkan tangna rapi dibawah pipinya, matanya setengah terpejam menmbayangkannya.
“Terus ada yang nyemangati...” Sambung yang lain lagi.
Aku tidak menyahit apapun, keculai dengan menghentikan aktivitasku yang sedang membuka hape-hape. “Ah, seandainya mereka tahu, itu yang sedang aku mimpikan”
Hampir seluruh anak angkatan aku seperti itu kecuali satu dua orang yang sepertinya memeluk prinsip wainita lebih modern dengan bekarir dulu, kuliah yang benar, ambil SII dan kerja baru menikah maka ketika itu dia akan berseru.
“Sibuk calon imam aja, kerja dulu dong baru nikah”
“Eh, kerja ya kerja, nikah ya nikah” salah seorang yang lain mneyahutinya.
“Tapi kan yang namnaya kita udah nikah, mana sempat berkarir cemerlang lagi, wanita itu harus modern dan mandiri donk”.
Banyak argumen yang mereka ributkan kemudian, dan menjadi topik hangat ditengah kantin sore itu. Saat itu, aku tidak banyak menanggapi, bagiku mau kerja atau menikah itu pilihan setiap orang, tapi menurutku mau jadi apapun memang wanita itu sah-sah saja, asalakan dia kembali dan tidak lupa pada kodratnya, wanita yang mulai dengan menjadi seorang istri dan ibu yang bertangung jawab dan aku sendiri, aku bukan tipe wanita yang gila kerja, tapi aku gila karir, bagaimana maksudnya itu. Aku ingin menjadi pekerja dirumah bersama anak-anak dan suamiku kelak, aku paling benci memakai baju jas dan sepatu  hak lalu pergi pagi pulang petang, aku tidak suka kerja kantoran. Tapi aku ingin tetap berpenghasilan. Aku ingin menjadi penulis yang tetap menghasilkan walaupun tinggal dirumah dan dalam setiap doaku aku selau mendoakan agar Allah mengirim lelaki yang tidak membuatku harus kerja kantoran dan mendukung hobiku.
Lelaki dimasa depan itu. Lelaki yang menawarkan surga, mendekatkan surga, menebarkan cinta surga, cinta surga, perasaan yang sederhana tapi membimbing. Dimana bisa aku temukan orang seperti itu? Atau apakah orang seperti itu bisa menemukanku. Aku terhenti pada pertanyaan yang belum kutahu karena.
Mengingat pembahasan itu, pikiranku lansung kepada orang itu, orang di dunia bayangan itu, ada celah angin yang memaksa masuk dalam jendela yang telah kukunci, menyelinap diantara angin siang, sepertinya itu angin rindu. “Ah, andai orang itu ada didunia nyata, bukan dunia bayanganku. Orang itu masih sama, orang yang sama dalam ceritaku dulu, abang yang unik dan sok banyak tahu, meskipun dia tahu. Aku sudah mengenal dia cukup lama, meski dengan komunikasi yang masih bisa dihitung jari. Kami jarang  komunikasi dengan alasan dia yang sedang sibuk dengan dunianya, mematikan hape dan fokus belajar di sebuah pesantren. Dalam komunikasi hitungan jari itu, aku mengenal dia, mengenal dari satu persatu kata-katanya. Dia menyenangkan, membimbing,dan aku mulai tahu kenapa dia begitu mudah disukai, dikagumi, atau bahkan dicintai. Tidak peduli aku yang mungkin terlalu dini untuk menvonis, tapi yang aku tahu, dia punya pesona itu. Tapi dia bagiku masih dalam dunia bayangan, dan aku adalah orang yang takut menarik dia dalam dunia nyataku, takut karena aku belum siap dalam dugaanku, dugaan yang akan membuat aku jatuh.
“Adek Trauma?


Pada Jalan Lillah





Permainan waktu sungguh sangat menakjubkan, dia akan membuat kita tahu apa yang dulu kita abaikan kita biarkan dan kita anggap hanya bualan mereka orang-orang dewasa, dan permainan pendidikan juga tidak kalah menakjubkan, orang yang mampu bertahan dalam pendidikan dari cahaya Allah akan menemui banyak keajaiban dalam hidup ini. Mereka yang bersabar dan mereka yang bertahan meskipun ada pilihan untuk menentang dan keluar. Begitupun dengan permainan doa, doa yang akan memberi jawaban pada waktunya, pada masanya dan doa yang diperlukan untuk membuat kita bisa bertahan pada pendidikan, pada jalan kebenaran yang akan membawa kita pada waktu yang menakjubkan di dunia yang begitu singkat ini.

Dunia ini singkat. Iya, tidak perlu ditanyakan mana buktinya, sakit dan senang hanyalah sementara sebelum pada akhirnya kita akan kembali pada waktu yang telah ditentukanNya yang menjadi rahasia, tidak tahu kapan datangnya karena itulah kita dituntut untuk tidak menyia-nyiakan umur kita, memanfaatkan pada hal yang bermanfaat, menebar manfaat untuk sesama yang pada sebenarnya manfaat itu untuk kita sendiri pada hari yang abadi. Manfaat itu adalah pada jalan yang tidak membuat resah, artinya jalan itu bukanlah jalan yang salah, jalan yang salah yang dapat merugikan orang lain, yang pada hakikatnya ketika kita sedang melakukan sesuatu hal yang merugikan orang lain dengan sengaja, ketika itu kita sedang merugikan diri kita sendiri, merugikan waktu kita sendiri. Secara sadar atau tidaknya. Sayang sekali jika umur kita kita gunakan untuk menyakiti yang lain, sesama makhluk ciptaan Allah...

Termasuk jalan kita untuk menyenangkan diri, kadang pada sebuah season kehidupan saya dibuat heran kenapa orang bisa berbahagia diatas penderitaan orang lain, penderitaan saudaranya, kenapa bisa bahagia pada kesenggsasaran orang lain dan pada orang yang menganggap kebahagian dan senang itu hanya pada materi tidak peduli bagaimana cara ia mendapatkannya. Halal atau haramkah, mereka seolah melupakan kalau ketentraman itu tidak didapati dari yang haram, tidak didapati dari yang salah. Padahal andaikan tahu,Jalan yang salah itu dekat sekali dengan kehancuan, dekat sekali dengan penyesalan yang sia-sia. Atau mungkin tunggu, jangan-jangan mereka tidak tahu mana yang haram, tapi saya yakin sebagian dari mereka ada yang tahu apa yang dilarang, apa yang salah, dan kenapa dilarang. Hanya saja hati sudah terlampaui keras untuk menerima kenyataan itu. Nauzubillah..

Wahai diri, benar materi itu penting tapi ada yang lebih penting lagi daripada materi itu sendiri yaitu jalan menujuNya. Percayalah,usaha yang benar dan halal itu tidak akan kemana-mana. Meskipun kita pernah gagal, tapi pastikan kita gagal dalam jalan lillah. Jangan menyerah dan terus usaha, hingga pada akhirnya jatah gagal kita telah habis dan sampai kepada jatah kemenangan bagi kita.

Duhai hati, teruslah kau berpegang pada jalan lillah yang istiqamah agar kemanapun kau melaju Ridha Allah selalu ikut bersamamu.


Keude Klep, 24 Mei 2018
Mukminah Aswaja with Love

Akhir Dari Move On

 Serius ini yang terakhir. janji deh.. Soal ramadhan yang lalu, dan saya yang sudah sepenuhnya ikhlas hingga lebaran sebuah cerita yang memb...