Untuk
Sebuah Cinta
Minggu
11 Maret 2018
Aku
keumala, pemilik sisa rasa
Aku
Keumala pemilik rindu tanpa aroma
Aku
keumala pada senja tanpa warna
Aku
keumala pada cinta yang hampa
Pulpen hijau itu menari-menari
diatas buku kecil gadis itu, lembut dan berayuun-ayun , sedikit menjelaskan
perasaannya yang dalam, sering kaku dan membisu pada suara. Deru angin
menerbangkan jilbab merah mudanya,dan suara deruan yang begitu dasyat itu
tanpa sedikitpun lagi menganggunya juga suara kereta api yang barusan lewat. Malah
ia terlihat begitu menikmatinya, menatap punggung badan kereta api yang baru
beberapa menit meniggalkannya dengan sedikit senyuman, lalu ia kembali
memasukkan buku kecil notes bersampul hitam miliknya kedalam tas ransel, lalu
berjalan pulang, melwati area rel kereta api yang berbatu itu, tak jauh dari
lokasi kampusnya.
“Gadis yang aneh” Fian lagi-lagi
menyebut gadis itu gadis aneh, sudah beberapa kali ia melihat gadis itu duduk
di samping rel kereta itu, jika untuk sekedar menulis mungkin dia akan paham
jika gadis itu adalah seorang yang sering biasa mencari inspirasi disana, tapi
tidak untuk tersenyum dan menatap aneh kepada kereta yang lewat itu, lalu baru
pergi.
***********
“Akak... akak udah ulang ya!”
Seorang anak lelaki kecil yang berumur delapan tahun menyembutnya ketika baru
pertama meletakkan tas diatas kursi yang sudah robek itu, tangan anak kecil itu
bermain-bermain sendiri tanpa dikontrol dan matanya menatap keatas saat pertama
ia berbicara dengan Keumala. Menerewang jauh entah kemana arahnya. Dan mulut
yang terus berkomat kamit entah sedang menjelaskan apa.
Keumala
gadis yang sedang menginjak semeter enam di salah satu universitas ternamana
sebagai anak beasiswa itu hanya meliriknya saja lalu menjawab singkat “Iya..”
Jawabnya singkat sekali.
“Apan
itta main-main lagi kakak” Anak itu berkata lagi, matanya mererawang keatas,
dan tangannya menggawang-gawang tidak jelas.
“Nanti”
Jawabnya yang tidak kalah cuek dari yang tadi.
“Ayokklah
Kakak, Kian kesepian ini, Kak Nerhama belum pulang..”
Anak
itu terus memaksanya, mengajak bermain.
“Udah
Kian kakak capek, kakak mau istirahat dulu kamu ngerti ya!” Keumala mulai
menaikkan nada suaranya, jengah mendengar ajakan dari adiknya itu meskipun pada
awalnya sempat merasa kasian mendengar cerita singakta adiknya yang kesepian
itu.
“Ahh..gak
mau” Kian merajuk, tangannnya mulai memukul-mukul ke atas udara, mencoba meraih
Keumala.
“Kian
dengar! Kakak lagi capek, nanti kita mainnya’ Kali ini Keumala semakin
menaikkan suaranya, dan berdiri, memegang tangan adiknya yang sudah mulai
memukul-mukulnya.
“Gak
mau!”
“Kian
jangan nakal”
“Euu..gak
mau!
“Sakit
kian” kian semakin memukul Keumala hingga beberapa kali mengenai muka Keumala,
pukulan tanpa arah, seperti baisa andalan Kian saat sedang megamuk, anak itu
tidak bisa melihat dan berpikir sehat. Dia terlahir dengan kekurangan itu.
“Kiannn.
.dengar kakak gak sih!’
Mendengar
suara marahnya Keumala, anak itu menangis histeris, dia guling-guling di lantai
semen rumah yang disana sini terdapat celah cahaya matahari, dan jika hujan
tempat celah cahaya itu akan menurunkan titik hujan.
“Ada
apa ini?” Seorang lelaki paruh baya yang rambutnya sudah dipenuhi uban muncul
tiba-tiba dari balik pintu, meski memakai topi ubannya masih begitu dengan
jelas terlihat.
Keumala
hanya diam, dia melihat wajah lelaki itu yang merupakan ayahnya seperti biasa,
tidak besahabat ketika melihat Kian semakin lama, semakin keras menangis.
Dengan gesit lelaki itu melayangkan tangannya ingin memukul anak itu, satu dua
kali pukulan itu tepat di punggung bocah itu yang terus menangis.
“Ayah,
cukup ayah, cukup..” Keumala mencoba menghentikan pukulan ayahnya.
“Kenapa
kamu Kian, kenapa kamu selalu menyusahkan ayah, kenapa kamu menyusahkan ayah
eu?” Lelaki itu bertahan di pukulan ketiga karena dicegah oleh Keumala.
“Ayah
sadar ayah, sadar!
Keumala
tahu, jika sudah begini pasti terjadi sesuatu dengan perasaan ayah, dan itu
pasti menyangku Uma, Keumala bisa menebaknya, ini pasti ada kaitannya dengan
Nerhima yang sudah tidak pulang dua hari yang lalu karena biasanya ayahlah yang
sangat menyayangi Kian.
Keumala
menenangkan Kian, sambil menyesali peerbuatan pertamanya, seharusnya dia
lansung mau menerima ajakan anak kecil yang malang ini untuk bermain, mungkin
dia akan tidak merasakan sakit kena pukulan ayahnya.
“Sini
sama kakak, kakak sayang sama Kian kok”
Kian
terus menangis, Keumala memeluknya sambil berbisik beberapa kalimat ajakan dan
rayuan. Kian masih sesegukan.
“Akak, Ian bbekan yang jahhat nnkan?Kian
bukan orang jahat kan kak?” Pertanyaan anak itu dalam sisa sesegukannya.
Air
mata Keumala menetes, “Bukan sayang, Kian adik kakak yang paling baik”.
*********
*********
Cahanya
lampu menerangi jalan dan gedung-gedung di dekat pelabuhan, warna-warni,
pemandangan malam yang indah sekali. Sanura suka sekali menikmati pemandangan
itu, sambil menikmati secangkir teh, dia duduk diatas kursi di balkon kamarnya
sambil mengerjakan tugas kampusnya. Tapi, sesekali fokusnya pecah, bayangan
sosok kakak senior yang sering naik motor gede ke kampusnya mencuri
perhatiannya, kakak senior yang tidak lain adalah teman satu organisasinya,
mereka sekarang sudah begitu akrab, salah satu ciri anak organisasi yang mudah
sekali dekat dengan anggota yang lain.
Sesekali
dia melamun, membiarkan kursor laptopnya bergerak-gerak sendiri, sedangkan dia
asik menatap kedepan yang menyajikan pemandangan malam, kapal veri yang berlalu
meninggalkan dermaga hingga ia tidak menyadari kehadirang seseorang dari tadi
sedang memerhatikannya di pintu balkon kamarnya.
“Laptopnya
ngambek tu, di cuekin, mentang-mentang orangnya lagi jatuh cinta! Kata seseorng
sambil tersnyum simpul dan berjalan mendekat ke arahnya.
“Loh!
Papa, dari kapan sudah berada disitu?
”Sejak
negara api belum menyerang! Lelaki yang di panggil papa itu menjawab
asal-asalan dan lansung duduk disamping putri kecil kesayangannya.
“Kamu
kenapa? Jatuh cinta ya?” Godanya
“Ihh...
Papa, apaan sih!”
“Itu
bener... ayo jujur sama Papa”
“Bukan
Pa, Sanura kan tidak suka jatuh cinta, jatuh itu sakit Pa”
“Enggak
kok, siapa bilang, Papa enggak kok, justru karena cinta papa jatuh cinta Papa
bisa berkembang dan tumbuh, makanya kamu jangan jatuhkan cintamu di tempat yang
salah”
Sanura
mulai memrhatikan raut wajah lelaki itu yang mulai tersenyum menatapnya.
“Pa,
sebenarnya cinta itu apa sih?
“Cinta
itu adalah mama”.
“Ihh
Papa, yang jelas dong definisinya”
“Haha..
Loh, kenapa, memang begitu definisi cinta papa, Mama”
“Kan
dalam mama juga ada definisi”
“Cinta
itu tidak menjatuhkan, tidak menjatuhkan semagant kita, tidak menjatuhkan
harapan kita, dan cinta itu tidak membuat kita lupa dengan yang memberikan
Cinta, dan bagi ayah cinta itu tanpa kata, hanya mama definisinya. Tidak lebih”
“Sanura
iri sama mama, mama bisa dapatkan papa‘
“Sudah,sudah
kamu juga bisa dapatkan yang lebih dari papa, asalkan kamu itu juga baik”
Lelaki paruh baya itu memeluk putrinya.
“Sebenarnya
Sanura sudah mendapatkannya Pa! Dia itu istimewa sekali, tapi Sanura tidak
yakin dia sama seperti sanura” Gadis manis itu membatin.
“Ohya,
papa hampir lupa kalau Papa kesini mau bilang kamu sesuatu, besok kita akan
ketempat kakakmu, kata mama bayinya sudah lahir, laki-laki”
“Beneran
Pa? Kenapa gak malam ini aja kita kesana”
“Ingat
San, ini sudah larut malam, tidak baik bagi kesehatanmu.
Sanura
menjewerkan bibirnya kedepan, merasa sedkit kecewa karena tidak sabar ingin
melihat keponakan barunya lagi.
**********
**********
“Gadis
kereta aneh itu bersama siapa?” Fian berdiri dari jauh menatap gadis aneh itu,
berjalan menggandeng tangan sebelah kanan seorang anak yang juga aneh, tangan
sebelahnya mengawang-gawang tidak jelas, an matanya menatapa keatas. Sepertinya
anak itu cacat, pikirnya yang berdiri sepuluh meter dari arah gadis itu.
Dia
semakin penasaran dengan gadis kereta yang aneh yang ditemuinya sejak dia tanpa sengaja mencari cincinnya yang jatuh di tempat itu. melihat gadis itu tersemyum melihat
kereta lewat, baginya adalah hal aneh yang pernah dia saksikan, dan saat kedua
kalinya, ban motornya kempes sekitar jalan yang dekat dengan rel kereta api
itu, dia melihat pemandangan yang sama. Gadis itu juga ada disana. Semenjak itu
ada rasa penasaran di hati Fian.
**********
**********
Keumala
berdiri di luar pintu salah satu ruang UKM di kampusnya, memasang muka
melirik-lirik sesuatu, dia sedang mencari seseorang yang ingin di temuinya.
Tiba-tiba orang yang dimaksudnya keluar dengan senyum yang menawan dan ceria.
“Mau
ambil bahan ya!, ayok kesini masuk aja!” Sanura berkata ramah kepada Keumala,
Keumala mendongak dan melirik-lirik suasana di dalam ruang itu, seperti agak
ragu untuk memasukinya. Hingga pada akhirnya ia mengangguk dan masuk kedalam
ruang itu.
“Kami
belum memulai rapatnya, jadi tenang saja kok”. Kata Sanura meyakinkan Keumala,
ketika beberapa orang di ruangan itu menatap Keumala sekilas. Termasuk seorang
lelaki yang duduk paling ujung.
“Dimana
kita mengerjakannya?” Sanura membuka pertanyaan memilih tempat mana yang akan
dipilihnya untuk mengerjakan tugas.
“Entahlah,
aku ikut saja” Keumala menjawab singkat.
“Bagaimana
kalau dirumah aku saja sore ini”
Keumala
terlihat agak sedikit bingung, dia teringat kalau nanti dia harus menemani
Kian.
“Tenang
saja, ajak Kian saja kerumahku, lagian nanti dia bisa bermain di halaman diatas
ayunan dengan mainan yang ada dirumahku.
“Tidak,
San! Itu akan merepotkan seisi rumahmu, kamu tahu Kian kan?
“Ia
aku tahu makanya aku mengajaknya juga, lagian kasian anak seperti itu dibiarkan
dirumah terus La, sesekali dia juga harus jalan-jalan keluar juga”.
“Keumala
mengangguk, tanda setuju, dia tahu sahabatnya ini, Sanura adalah orang yang
paling baik yang ia pernah kenal di kampus ini, dan juga orang yang kdang-kadang membuat ia
iri.
“Yasudah
San!” Aku kembali dulu ya!
Sanura
mengangguk dengan sebuah senyuman kecil.
To be continued..
To be continued..